Kamis, 26 September 2013

MERUMUSKAN TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS


A.      Pengertian Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Ada beberapa tokoh yang mendefinisikan pengertian dari tujuan instruksional  misalnya Robert f. magner (1962) yang mendefinisikan tujuan instruksional sebagai tujuan prilaku yang hendak di capai atau yang dapat di kerjakan oleh siswa sesuai kompetensi. Selain itu, eduard L. dejnozka dan david E. kavel (1981) yang mendefinisikan tujuan intruksional adalah suatu pernyataan spefisik yang di nyatakan dalam bentuk prilaku yang di wujudkan dalam bentuk tulisan yang menggambarkan hasil belajar yang di harapkan, serta fred pervical dan henry ellington (1984)  mendefinisikan tujuan dari instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukan penampilan atau keterampilan yang di harapkan sebagai hasil proses belajar.
Tujuan instruksional di bagi kedalam dua macam yaitu: Tujuan instruksional umum dan tujuan instruksional khusus. Tujuan instruksional umum adalah tujuan pengajaran yang perubahan prilaku siswa yang belajar masih merupakan perubahan internal yang belum dapat di lihat dan di ukur. Maksudnya tujuan umum pengajaran masih mencerminkan perubahan prilaku yang umumnya terjadi pada manusia sehingga masih menimbulkan beberapa penafsiran yang  berbeda. contohya  setelah melakukan pelajaran siswa di harapkan dapat memahami penjumlahan dengan dengan benar.
Pada tahun 1956, benyamin bloom dan beberapa peneliti pengikutnya menerbitkan A Taxonomy of educational objectives yang telah mempengaruhi secara eksstrem penelitian dan praktik-praktik pendidikan . taksonomy adalah suatu system klasifikasi. Bloom dan teman-temannya mengategorikan tujuan dari yang sederhana ke kompleks atau dari fakta ke konsep.
Taksonomi bloom yang paling penting adalah tinjauannya terhadap aspek-aspek jenis- jenis laku pada hasil belajar yang harus di capai siswa. Kategori ini masih mengenal sub- sub kategori, misalnya dalam pengetahuan masih dibedakan Sembilan subkategori.
a)      Ranah afektif (affective domain)
Ranah afektif terbagi atas Penerimaan ( receiving), Partisipasi ( responsding), Penilaian atau penentuan sikap ( valuing), Organisasi ( organization), dan Pembentukan pola hidup ( characterization by a value complex).

b)      Ranah psikomotorik ( psychomotoric domain)
Ranah psikomotorik terbagi atas Persepsi ( perception), Kesiapan ( set), Gerakan terbimbing ( guided respons), Gerakan yang terbiasa ( mechanical responds), Gerakan yang kompleks (complex respons), Penyesuaian pola gerakan ( adjustment), dan Kreatifitas ( creativity).
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan terjemahan dari specific instructional objective. Literatur asing menyebutkannya pula sebagai objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dengan general instructional objective, goal, atau terminal objective. Yang berarti tujuan instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir. Dalam program applied approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi seluruh Indonesia TIK disebut sasaran belajar (sasbel)[1].
Sasaran Belajar  menurut Soekartawi, Suhardjono dkk adalah pernyataan tujuan instruksional yang sudah sangat rinci. sasaran belajar harus dituliskan dari segi kemampuan peserta didik. Artinya mengungkapkan perubahan apa yang diharapkan terjadi pada diri mahasiswa setelah mengikuti pengajaran pada satu pokok bahasan tertentu[2].
Dick dan Carey (1985) mengulas bagaimana Robert Mager mempengaruhi dunia pendidikan khususnya di Amerika untuk merumuskan TIK dengan sebuah kalimat yang jelas dan pasti serta dapat diukur sejak pertengahan tahun 1960. Perumusan tersebut berarti TIK diungkapkan secara tertulis dan diinformasikan kepada siswa atau mahasiswa dan pengajar mempunyai pengertian yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya pengertian yang tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan tidak dapat ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke dalam kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable)[3].
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang akan dicapai mahasiswa pada akhir proses instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas maka dapat kami simpulkan,  bahwa Tujuan Instruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang dipelajari oleh siswa.
v  Syarat- syarat Tujuan Instruksional Khusus
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa, Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional Umum. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu- rambu sebagai berikut.
1.      Rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar. Misalnya setelah mengikuti proses diskusi, guru mengharapkan siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi”. Bukan siswa mampu mendiskusikan ciri- ciri demokrasi bukan merupakan rumusan tujuan tetapi proses pembelajaran.
2.      Perangkat Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, dapat menjelaskan Tujuan Instruksional, dapat memberi contoh dan Tujuan Instruksional Khusus, dan dapat menggunakan TIK.
3.      Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan kemampuan siswa.
4.      Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang tersedia untuk mencapainya.
Dengan mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan akan dihasilkan rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang dapat menjembatani pencapaian Tujuan Instruksional Khusus[4].
B.       Bagaimana Merumuskan TIK
Tujuan instruksional khusus (TIK) antara lain digunakan untuk menyusun tes oleh karena itu TIK harus mengandung unsur – unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat mengembangkan tes yang benar– benar dapat mengukur perilaku yang berada di dalamnya[5]. Dalam merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Mager dan ABCD format.
1.        Format Merger
Merger merekomendasikan syarat– syarat untuk menentukan tujuan perilaku yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a.       Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b.      Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c.       Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di atas menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya[6].
Merger mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the student will be able to”[7].
2.        Format ABCD
Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) menyatakan ada empat komponen yang harus ada dalam rumusan tujuan, yang oleh Institusi Pengembangan Pembelajaran dikenal dengan Format ABCD. Pada prinsipnya format ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada format ini menambahkan dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar atau siswa[8].
Format ABCD adalah sebagai berikut.
A = Audience        
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree                         
a.       Audience
Audience merupakan siswa yang akan belajar. Dalam TIK harus dijelaskan siapa siswa yang akan mengikuti pelajaran itu. Misalnya, siswa SMA kelas XI semester 2. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut harus dijelaskan secara spesifik mungkin, batasan ini penting artinya agar sejak permulaan orang-orang yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar bahwa bahan instruksional yang dirumuskan atas dasar TIK tersebut belum tentu sesuai bagi mereka[9].
Selain itu, agar seseorang yang berada di luar populasi yang ingin. mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri seperti siswa yang menjadi sasaran dalam sistem instruksional tersebut.
b.      Behavior
Behavior merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah selesai mengikuti proses belajar. Perilaku ini terdiri dari dua bahgian penting yaitu kata kerja dan objek[10]Kata kerja ini menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu, misalnya: menyebutkan, menjelaskan, menganalisis, menggambarkan, melompat, mengergaji dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang didemonstrasikan, misalnya laporan rugi laba, definisi manajemen, kayu, dan lainnya.
Contoh: (gabungan kata kerja dan objek disatukan dalam bentuk prilaku):
  1. Menyebutkan defenisi manajemen;
  2. Menganalisis laporan laba-rugi;
  3. Menggergaji kayu;
  4. Melompat dengan gaya flop of bury.
Komponen prilaku dalam tujuan instruksional khusus adalah tulang punggung TIK secara keseluruhan. Tanpa prilaku yang jelas, komponen yang lain tidak bermakna.
c.       Condition
Kondisi merupakan batasan yang dikenakan kepada siswa atau alat yang digunakan pada saat evaluasi, bukan pada saat ia belajar. Komponen ini memberi petunjuk kepada pengembang tes tentang kondisi atau dalam keadaan bagaimana siswa diharapkan mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki pada saat ia dites. Misalnya:
  1. Diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka;
  2. Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan;
  3. Dengan diberikan kalimat-kalimat aktif dalam bahasa Indonesia;
  4. Diberikan kesempatan tiga kali percobaan fisika dasar[11].
Bila contoh kondisi di atas (komponen C) digabungkan dengan komponen A (siswa) dan B (perilaku), akan tersusun kalimat-kalimat sebagai berikut:
  1. Jika diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka, lulusan jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung angka korelasi.
  2. Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan untuk menilai komponen-komponen dalam sistem instruksional, mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan semester I mampu menganalisis perbedaan berbagai model desain instruksional.
  3. Dengan diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris.
  4. Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan olah raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury.
Catatan: komponen C dalam TIK merupakan unsur penting pengembangan instruksional dalam menyusun tes.untuk tes pilihan ganda, misalnya, komponen C dalam TIK menjadi dasar penyusunan masalah (stem). Dengan kata lain butir tes harus relevan kondisi yang telah dijabarkan dalam TIK. Misalnya: dengan menggunakan rumus-rumus dibawah ini, hitunglah korelasi dua deret angka ini.

d.      Degree
Degree adalah tingkat keberhasilan mahasiswa mencapai perilaku tertentu dengan sempurna, tanpa salah. Contohnya dalam waktu satu menit, dengan ketinggian 160 cm, paling sedikit 80% benar dan minimal 90% benar, atau ukuran tingkat keberhasilan yang lain. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah batas itu berarti mahasiswa belum mencapai tujuan instruksional khusus yang telah ditetapkan.
Dalam merumuskan TIK, keempat komponen tersebut tidak selalu tersusun ABCD, tetapi sering CABD. Rumusan dengan CBAD lebih mudah diiukti bila ingin memperhatikan perumusan TIK dalam suatu kalimat. Contoh TIK menurut keempat komponen:
Warna hijau = komponen A (Audence)
Warna merah = komponen B (Behavior)
Warna biru = komponen C (Condition)
Warna pink = komponen (Degree)
Pola ABCD
  1. Mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi dengan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka yang diberikan, minimal 90% benar.
  2. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkan ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, paling sedikit 80% benar.
  3. Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, minimal setinggi 165 cm.
Pola CABD
  1. Jika diberikan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi minimal 90% benar.
  2. Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris paling sedikit 80% benar.
  3. Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury minimal setinggi 165 cm.
Pola CBAD
  1. Jika diberikan rumus mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, kemampuan menghitung korelasi mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II minimal 90% benar.
  2. Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, kemampuan menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III paling sedikit 80% benar.
Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, kemampuan melakukan lompat tinggi gaya flop of bury mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga minimal setinggi 165 cm[12].
Berikut disajikan juga contoh merumuskan suatu tujuan pembelajaran berdasarkan indikator pencapaian hasil belajar (Agung:2009).
Mata Pelajaran            : Fisika
Kelas/semester            : XI/2
Kompetensi dasar         : Menganalisa hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam  kehidupan sehari-hari.
Materi Pokok                : Fluida
Indikator pencapaian hasil belajar:
1)      Memformulasikan hukum dasar fluida static
2)       Menerapkan hukum dasar fluida statik pada masalah fisika sehari-hari
3)      Memformulasikan hukum dasar fluida dinamik
4)      Menerapkan hukum dasar fluida dinamik pada masalah fisika sehari-hari
Kemudian indikator-indikator dirinci kembali menjadi TIK-TIK yang dapat dijadikan patokan untuk melaksanakan program pembelajaran.
Contoh TIK yang dapat dibuat berdasarkan empat indikator di atas, yaitu: Jika diberikan hukum-hukum yang   berhubungan dengan fluida statik dan   dinamik serta penerapannya dalam    kehidupan sehari-hari Siswa kelas XI SMA akan dapat :
1)      Menyebutkan  minimal 2 hukum dasar Fluida statik
2)      Menjelaskan hukum utama hidrostatika dengan benar.
3)      Menjelaskan tekanan hidrostatika dengan benar
4)      Menjelaskan hukum Pascal dengan benar
5)      Memberikan minimal 2 contoh hukum Pascal dalam kehidupan sehari-hari
6)      Menjelaskan hukum Archemedes dengan benar
7)      Memberikan minimal 2 contoh hukum Archemedes dalam kehidupan sehari-hari
8)      Menjelaskan masalah benda mengapung, melayang dan tenggelam dan seterusnya[13].
C.       Hubungan TIK dengan Isi Pelajaran
Dengan merumuskan TIK maka kita akan dapat mengidentifikasikan isi pelajaran yang akan diajarkan. Rumusan TIK mengandung unsur B. Yaitu, prilaku yang diharapkan dapat dicapai siswa pada akhir pembelajaran[14]. Rumusan prilaku tersebut terdiri dari dua hal yaitu kata kerja dan objek, ini lah yang menunjukkan topik atau pokok bahasan dan isi pelajaran. Setiap topik tersebut dapat diuraikan menjadi sub topik dan seterusnya.
Kemudian dengan merumuskan TIK anda telah dapat menidentifikasi isi pelajaran serta menulis atau memilih bahan pelajaran. Isi Pelajaran untuk setiap TIK akan tergambar dalam strategi instruksional. Dengan kata lain rumusan isi pelajaran secara singkat akan dibuat oleh disainer strategi instruksional.

















[1] Yubetri, 2013. Teori Belajar & Pembelajaran. IAIN Lampung. (Hal: 42)
[2] Soekartawi, Suhardjono Dkk. 1995. Meningkatkan Rancangan Instruksional (Instructional Design). Jakarta: Raja Grafindo. (hal: 41)
[3] Opcit, hal: 42
[5] Yubetri, 2013. Teori Belajar & Pembelajaran. IAIN Lampung. (Hal: 45)
[7] http://wiliancerdas.wordpress.com/ diakses pada 26-03-2013 (21:17)
[8] Hernawan, Asep Herrry. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:Universitas Terbuka.
[9] Yubetri, 2013. Teori Belajar & Pembelajaran. IAIN Lampung. (Hal: 45)
[10] Ibid, hal 46
[11] Ibid, hal 47
[13] Agung, Annerlie Putri. 2009. Perangkat pembelajaran Fisika Kelas XI. Baturaja: SMAN 4 OKU
[14] Opcit, hal: 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar