A. Pengertian
Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
Ada beberapa tokoh yang
mendefinisikan pengertian dari
tujuan instruksional misalnya Robert f. magner (1962) yang
mendefinisikan tujuan instruksional sebagai tujuan prilaku yang hendak di capai
atau yang dapat di kerjakan oleh siswa sesuai kompetensi. Selain itu, eduard L. dejnozka dan david E.
kavel (1981) yang mendefinisikan tujuan intruksional adalah suatu pernyataan
spefisik yang di nyatakan dalam bentuk prilaku yang di wujudkan dalam bentuk
tulisan yang menggambarkan hasil belajar yang di harapkan, serta fred pervical dan henry
ellington (1984) mendefinisikan tujuan
dari instruksional adalah suatu pernyataan yang jelas menunjukan penampilan
atau keterampilan yang di harapkan sebagai hasil proses belajar.
Tujuan
instruksional di bagi kedalam dua macam yaitu: Tujuan instruksional umum dan
tujuan instruksional khusus. Tujuan
instruksional umum adalah tujuan pengajaran yang perubahan prilaku siswa yang
belajar masih merupakan perubahan internal yang belum dapat di lihat dan di
ukur. Maksudnya tujuan umum pengajaran masih mencerminkan perubahan prilaku
yang umumnya terjadi pada manusia sehingga masih menimbulkan beberapa
penafsiran yang berbeda. contohya setelah melakukan pelajaran siswa di harapkan
dapat memahami penjumlahan dengan dengan benar.
Pada tahun 1956, benyamin bloom dan beberapa peneliti
pengikutnya menerbitkan A Taxonomy of educational objectives yang telah
mempengaruhi secara eksstrem penelitian dan praktik-praktik pendidikan .
taksonomy adalah suatu system klasifikasi. Bloom dan teman-temannya
mengategorikan tujuan dari yang sederhana ke kompleks atau dari fakta ke konsep.
Taksonomi bloom yang paling penting adalah tinjauannya
terhadap aspek-aspek jenis- jenis laku pada hasil belajar yang harus di capai
siswa. Kategori ini masih mengenal sub- sub kategori, misalnya dalam
pengetahuan masih dibedakan Sembilan subkategori.
a) Ranah afektif
(affective domain)
Ranah afektif terbagi atas Penerimaan ( receiving),
Partisipasi ( responsding), Penilaian atau penentuan sikap ( valuing),
Organisasi ( organization), dan Pembentukan pola hidup ( characterization by a
value complex).
b) Ranah
psikomotorik ( psychomotoric domain)
Ranah psikomotorik terbagi atas Persepsi (
perception), Kesiapan ( set), Gerakan terbimbing ( guided respons), Gerakan
yang terbiasa ( mechanical responds), Gerakan yang kompleks (complex respons),
Penyesuaian pola gerakan ( adjustment), dan Kreatifitas ( creativity).
Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan terjemahan
dari specific instructional objective. Literatur asing menyebutkannya pula
sebagai objective, atau enabling objective, untuk membedakannya dengan general
instructional objective, goal, atau terminal objective. Yang berarti tujuan
instruksional umum (TIU) atau tujuan instruksional akhir. Dalam program applied
approach (AA) yang telah digunakan di perguruan tinggi seluruh Indonesia TIK disebut
sasaran belajar (sasbel)[1].
Sasaran Belajar
menurut Soekartawi, Suhardjono dkk adalah pernyataan tujuan
instruksional yang sudah sangat rinci. sasaran belajar harus dituliskan dari
segi kemampuan peserta didik. Artinya mengungkapkan perubahan apa yang
diharapkan terjadi pada diri mahasiswa setelah mengikuti pengajaran pada satu
pokok bahasan tertentu[2].
Dick dan Carey (1985) mengulas bagaimana Robert Mager
mempengaruhi dunia pendidikan khususnya di Amerika untuk merumuskan TIK dengan
sebuah kalimat yang jelas dan pasti serta dapat diukur sejak pertengahan tahun
1960. Perumusan tersebut berarti TIK diungkapkan secara tertulis dan
diinformasikan kepada siswa atau mahasiswa dan pengajar mempunyai pengertian
yang sama tentang apa yang tercantum dalam TIK.
Perumusan TIK harus dilakukan secara pasti artinya
pengertian yang tercantum di dalamnya hanya mengandung satu pengertian dan
tidak dapat ditafsirkan kepada bentuk lain. Untuk itu TIK harus dirumuskan ke
dalam kata kerja yang dapat dilihat oleh mata (observable)[3].
Tujuan instruksional dapat menjadi arah proses
pengembangan instruksional karena di dalamnya tercantum rumusan pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang akan dicapai mahasiswa pada akhir proses
instruksional. Keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan tersebut merupakan
ukuran keberhasilan sistem instruksional yang digunakan oleh pengajar.
Berdasarkan apa yang telah dikemukakan diatas maka
dapat kami simpulkan, bahwa Tujuan
Instruksional Khusus merupakan suatu rumusan yang menjelaskan apa yang ingin
dicapai, atau menjelaskan perubahan yang terjadi sebagai akibat dari apa yang
dipelajari oleh siswa.
v Syarat- syarat
Tujuan Instruksional Khusus
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa,
Tujuan Instruksional Khusus merupakan penjabaran dari Tujuan Instruksional
Umum. Dalam perumusan Tujuan Instruksional Khusus harus memperhatikan rambu-
rambu sebagai berikut.
1. Rumusan Tujuan
Instruksional Khusus harus merupakan hasil belajar, bukan proses belajar.
Misalnya setelah mengikuti proses diskusi, guru mengharapkan siswa mampu
mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi. Rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang
benar adalah “siswa mampu mengidentifikasi ciri- ciri demokrasi”. Bukan siswa
mampu mendiskusikan ciri- ciri demokrasi bukan merupakan rumusan tujuan tetapi
proses pembelajaran.
2. Perangkat
Tujuan Instruksional Khusus dalam satu rencana pembelajaran haruslah
komprehensif, artinya kemampuan dituntut dalam setiap Tujuan Instrusional
Khusus hendaknya dari jenjang yang berbeda. Misalnya, dapat menjelaskan Tujuan
Instruksional, dapat memberi contoh dan Tujuan Instruksional Khusus, dan dapat
menggunakan TIK.
3. Kemampuan yang
dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan
kemampuan siswa.
4. Banyaknya
Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang
tersedia untuk mencapainya.
Dengan mempertimbangkan hal- hal tersebut diharapkan
akan dihasilkan rumusan Tujuan Instruksional Khusus yang dapat menjembatani
pencapaian Tujuan Instruksional Khusus[4].
B. Bagaimana
Merumuskan TIK
Tujuan instruksional khusus (TIK)
antara lain digunakan untuk menyusun tes oleh karena itu TIK harus mengandung
unsur – unsur yang dapat memberikan petunjuk kepada penyusun tes agar dapat
mengembangkan tes yang benar– benar dapat mengukur perilaku yang berada di
dalamnya[5]. Dalam
merumuskan TIK dapat dilakukan dengan menggunakan dua format yaitu format Mager
dan ABCD format.
1.
Format
Merger
Merger merekomendasikan syarat– syarat untuk
menentukan tujuan perilaku yang ingin dicapai dalam kegiatan pembelajaran.
a. Mengidentifikasi tingkah laku terakhir yang ingin dicapai oleh pembelajar
b. Menentukan dalam kondisi bagaimana tingkah laku tersebut dapat dicapai
c. Membuat kriteria spesifik bagaimana tingkah laku tersebut dapat diterima
Uraian di atas
menunjukan bahwa Merger mengemukakan tujuan tersebut dirumuskan dengan
menentukan bagaimana pembelajar harus melakukannya, bagaimana kondisinya, serta
bagaimana mereka akan melakukannya. Dalam penjabaran TIK ini Merger melibatkan
tiga aspek yaitu begaimana kondisi pencapaian tujuan, kriteria yang ingin
dicapai, serta bagaimana tingkah laku pencapaiannya[6].
Merger mendiskripsikan audiense hanya sebagai murid atau pembelajar, dengan
menggunakan sebuah format ”kamu akan bisa untuk”. Para desain pembelajaran yang
menggunakan format Marger ini biasanya menggunakan ”SWABAT” yang berarti ”the
student will be able to”[7].
2.
Format ABCD
Knirk dan Gustafson dalam Hernawan (2005) menyatakan
ada empat komponen yang harus ada dalam rumusan tujuan, yang oleh Institusi
Pengembangan Pembelajaran dikenal dengan Format ABCD. Pada prinsipnya format
ini sama dengan yang dikemukakan oleh Marger, namun pada format ini menambahkan
dengan mengidentifikasi audiense, atau subjek pembelajar atau siswa[8].
Format ABCD adalah sebagai berikut.
A = Audience
B = Behaviour
C = Condition
D = Degree
a. Audience
Audience merupakan siswa yang akan belajar. Dalam TIK
harus dijelaskan siapa siswa yang akan mengikuti pelajaran itu. Misalnya, siswa
SMA kelas XI semester 2. Keterangan tentang siswa yang akan belajar tersebut
harus dijelaskan secara spesifik mungkin, batasan ini penting artinya agar
sejak permulaan orang-orang yang tidak termasuk dalam batasan tersebut sadar
bahwa bahan instruksional yang dirumuskan atas dasar TIK tersebut belum tentu
sesuai bagi mereka[9].
Selain itu, agar seseorang yang berada di luar
populasi yang ingin. mengikuti pelajaran tersebut dapat menempatkan diri
seperti siswa yang menjadi sasaran dalam sistem instruksional tersebut.
b. Behavior
Behavior
merupakan prilaku yang spesifik yang akan dimunculkan oleh siswa setelah
selesai mengikuti proses belajar. Perilaku ini terdiri dari dua bahgian penting
yaitu kata kerja dan objek[10]. Kata kerja ini menunjukkan bagaimana siswa mendemonstrasikan sesuatu,
misalnya: menyebutkan, menjelaskan, menganalisis, menggambarkan,
melompat, mengergaji dan lainnya. Sedangkan objek menunjukkan apa yang
didemonstrasikan, misalnya laporan rugi laba, definisi manajemen, kayu, dan lainnya.
Contoh: (gabungan kata kerja dan objek disatukan dalam bentuk
prilaku):
- Menyebutkan defenisi manajemen;
- Menganalisis laporan laba-rugi;
- Menggergaji kayu;
- Melompat dengan gaya flop of bury.
Komponen prilaku dalam tujuan instruksional khusus adalah tulang punggung
TIK secara keseluruhan. Tanpa prilaku yang jelas, komponen yang lain tidak
bermakna.
c.
Condition
Kondisi merupakan batasan yang dikenakan kepada siswa
atau alat yang digunakan pada saat evaluasi, bukan pada saat ia belajar.
Komponen ini memberi petunjuk kepada pengembang tes tentang kondisi atau dalam
keadaan bagaimana siswa diharapkan mendemonstrasikan perilaku yang dikehendaki
pada saat ia dites. Misalnya:
- Diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka;
- Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan;
- Dengan diberikan kalimat-kalimat aktif dalam bahasa Indonesia;
- Diberikan kesempatan tiga kali percobaan fisika dasar[11].
Bila contoh kondisi di atas (komponen C) digabungkan
dengan komponen A (siswa) dan B (perilaku), akan tersusun kalimat-kalimat
sebagai berikut:
- Jika diberikan berbagai rumus mean, deviasi, standar, korelasi dan dua deret angka, lulusan jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung angka korelasi.
- Dengan menggunakan kriteria yang ditetapkan untuk menilai komponen-komponen dalam sistem instruksional, mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan semester I mampu menganalisis perbedaan berbagai model desain instruksional.
- Dengan diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris.
- Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan olah raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury.
Catatan:
komponen C dalam TIK merupakan unsur penting pengembangan instruksional dalam
menyusun tes.untuk tes pilihan ganda, misalnya, komponen C dalam TIK menjadi
dasar penyusunan masalah (stem). Dengan kata lain butir tes harus
relevan kondisi yang telah dijabarkan dalam TIK. Misalnya: dengan menggunakan
rumus-rumus dibawah ini, hitunglah korelasi dua deret angka ini.
d. Degree
Degree adalah tingkat keberhasilan mahasiswa mencapai
perilaku tertentu dengan sempurna, tanpa salah. Contohnya dalam waktu satu menit, dengan ketinggian 160 cm, paling sedikit 80% benar dan minimal 90% benar, atau ukuran
tingkat keberhasilan yang lain. Tingkat keberhasilan ditunjukkan dengan batas
minimal dari penampilan suatu perilaku yang dianggap dapat diterima. Di bawah
batas itu berarti mahasiswa belum mencapai tujuan instruksional khusus yang
telah ditetapkan.
Dalam merumuskan TIK, keempat komponen tersebut tidak
selalu tersusun ABCD, tetapi sering CABD. Rumusan dengan CBAD lebih mudah
diiukti bila ingin memperhatikan perumusan TIK dalam suatu kalimat. Contoh TIK
menurut keempat komponen:
Warna hijau = komponen A (Audence)
Warna
merah = komponen B (Behavior)
Warna
biru = komponen C (Condition)
Warna pink = komponen (Degree)
Pola ABCD
- Mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi dengan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka yang diberikan, minimal 90% benar.
- Mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkan ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, paling sedikit 80% benar.
- Mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, minimal setinggi 165 cm.
Pola CABD
- Jika diberikan berbagai rumusan mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II mampu menghitung korelasi minimal 90% benar.
- Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III mampu menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris paling sedikit 80% benar.
- Jika diberikan kesempatan tiga kali percobaan, mahasiswa Fakultas Pendidikan Olah Raga mampu melakukan lompat tinggi gaya flop of bury minimal setinggi 165 cm.
Pola CBAD
- Jika diberikan rumus mean, standar deviasi, korelasi, dan dua deret angka, kemampuan menghitung korelasi mahasiswa Jurusan Statistik Terapan semester II minimal 90% benar.
- Jika diberikan kalimat aktif dalam bahasa Indonesia, kemampuan menerjemahkannya ke dalam kalimat pasif dalam bahasa Inggris oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris semester III paling sedikit 80% benar.
Jika diberikan kesempatan
tiga kali percobaan, kemampuan melakukan lompat
tinggi gaya flop of bury mahasiswa
Fakultas Pendidikan Olah Raga minimal
setinggi 165 cm[12].
Berikut disajikan juga contoh merumuskan suatu tujuan
pembelajaran berdasarkan indikator pencapaian hasil belajar (Agung:2009).
Mata Pelajaran :
Fisika
Kelas/semester :
XI/2
Kompetensi dasar : Menganalisa hukum-hukum yang
berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
Materi Pokok : Fluida
Indikator pencapaian hasil
belajar:
1) Memformulasikan
hukum dasar fluida static
2) Menerapkan hukum dasar fluida statik pada
masalah fisika sehari-hari
3) Memformulasikan
hukum dasar fluida dinamik
4) Menerapkan hukum
dasar fluida dinamik pada masalah fisika sehari-hari
Kemudian indikator-indikator dirinci kembali menjadi
TIK-TIK yang dapat dijadikan patokan untuk melaksanakan program pembelajaran.
Contoh TIK yang dapat dibuat berdasarkan empat
indikator di atas, yaitu: Jika diberikan hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta penerapannya dalam kehidupan sehari-hari Siswa kelas XI SMA
akan dapat :
1) Menyebutkan minimal 2 hukum dasar Fluida statik
2) Menjelaskan
hukum utama hidrostatika dengan benar.
3) Menjelaskan
tekanan hidrostatika dengan benar
4) Menjelaskan
hukum Pascal dengan benar
5) Memberikan
minimal 2 contoh hukum Pascal dalam kehidupan sehari-hari
6) Menjelaskan
hukum Archemedes dengan benar
7) Memberikan
minimal 2 contoh hukum Archemedes dalam kehidupan sehari-hari
8) Menjelaskan
masalah benda mengapung, melayang dan tenggelam dan seterusnya[13].
C. Hubungan TIK
dengan Isi Pelajaran
Dengan merumuskan TIK maka kita akan dapat mengidentifikasikan isi
pelajaran yang akan diajarkan. Rumusan TIK mengandung unsur B. Yaitu, prilaku
yang diharapkan dapat dicapai siswa pada akhir pembelajaran[14].
Rumusan prilaku tersebut terdiri dari dua hal yaitu kata kerja dan objek, ini
lah yang menunjukkan topik atau pokok bahasan dan isi pelajaran. Setiap topik
tersebut dapat diuraikan menjadi sub topik dan seterusnya.
Kemudian dengan merumuskan TIK anda telah dapat menidentifikasi isi pelajaran serta
menulis atau memilih bahan pelajaran. Isi Pelajaran
untuk setiap TIK akan tergambar dalam strategi instruksional. Dengan kata lain
rumusan isi pelajaran secara singkat akan dibuat oleh disainer strategi
instruksional.
[1] Yubetri,
2013. Teori Belajar & Pembelajaran. IAIN Lampung. (Hal: 42)
[2] Soekartawi,
Suhardjono Dkk. 1995. Meningkatkan Rancangan Instruksional (Instructional Design).
Jakarta: Raja Grafindo. (hal: 41)
[3] Opcit,
hal: 42
[4] http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/12/perumusan-tujuan-instruksional-khusus-333939.html
diunduh pada 26-3-2013 jam 18:04 wib.
[8] Hernawan, Asep Herrry. 2005.
Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:Universitas
Terbuka.
[9] Yubetri, 2013. Teori Belajar
& Pembelajaran. IAIN Lampung. (Hal: 45)
[12] http://amboness.blogspot.com/2008/05/merumuskan-tujuan-instruksional-khusus.html
diakses pada 26-03-2013
[13] Agung, Annerlie Putri. 2009.
Perangkat pembelajaran Fisika Kelas XI. Baturaja: SMAN 4 OKU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar